“Berikan aku keikhlasan untuk menerima apa yang tidak bisa aku ubah, keberanian untuk mengubah yang bisa aku ubah, dan kebijaksanaan untuk dapat membedakan keduanya.” – Ali bin Abi Thalib.
Sadarin.org – Pasrah adalah sikap yang sering kali dianggap sebagai bentuk kelemahan dan ketidakberdayaan dalam menghadapi kehidupan. Namun, sebenarnya pasrah bisa menjadi tanda kebijaksanaan dan kepercayaan yang kuat kepada Tuhan.
Pasrah dalam bahasa Arab disebut dengan istislam, yang berarti menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. Pasrah tidak berarti menyerah tanpa usaha, namun lebih pada merelakan hasil akhir kepada kehendak Tuhan.
Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya, Kami menciptakan manusia dalam kesulitan dan kepayahan. Apakah manusia menyangka bahwa ia tidak akan pernah dilenyapkan?” (QS. Al-Balad: 4-5). Dalam ayat ini, Allah menunjukkan bahwa kesulitan dan tantangan hidup sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia, dan manusia harus pasrah kepada kehendak Allah dalam menghadapinya.
Pasrah tidak sama dengan menyerah tanpa usaha. Pasrah adalah tanda kepercayaan yang kuat kepada Allah SWT dan keyakinan bahwa apapun yang terjadi adalah kehendak-Nya. Pasrah juga menunjukkan kebijaksanaan dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan tantangan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Robert Emmons, seorang profesor psikologi di Universitas California, pasrah atau penerimaan dapat membantu mengurangi stres dan kecemasan pada seseorang. Pasrah juga dapat membantu meningkatkan kualitas hidup seseorang dengan mengurangi tekanan dan kecemasan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh psikolog Sarah A. Schnitker, pasrah membantu mengurangi risiko kematian dini pada orang yang mengalami stres. Menurut psikolog klinis Donna Rockwell, pasrah adalah sikap yang positif dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian. Pasrah dapat membantu seseorang untuk melepaskan kontrol dan mempercayakan kehidupannya kepada Tuhan.
Pasrah juga dikenal dalam agama-agama lain, seperti dalam ajaran Taoisme yang mengajarkan tentang tindakan yang tenang dan pasrah dalam menghadapi kehidupan yang berubah-ubah. Mengembangkan sikap pasrah dapat dilakukan dengan cara melatih diri untuk merelakan hasil akhir kepada kehendak Tuhan, memperkuat keyakinan, dan mengurangi rasa cemas dan takut.
Namun, perlu diingat bahwa tidak semua keadaan dapat diselesaikan dengan pasrah, karena ada juga situasi di mana kita harus berjuang untuk mencapai tujuan kita. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua masalah dapat diatasi dengan kekuatan kita sendiri. Dalam situasi seperti itu, pasrah adalah langkah terbaik yang dapat kita ambil.
Dalam Islam, pasrah kepada kehendak Allah adalah tindakan yang sangat dianjurkan. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 216, Allah berfirman: “Dan boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” Ayat ini mengajarkan kita bahwa terkadang, kita tidak bisa memahami rencana Allah dan harus bersedia untuk pasrah.
Para ahli juga mengakui manfaat dari pasrah dalam mengatasi masalah dan mengurangi stres. Dr. David R. Hamilton, seorang penulis dan pembicara motivasi, menjelaskan bahwa pasrah adalah tentang menerima kenyataan dan membebaskan diri dari perasaan yang menekan. Dia menjelaskan bahwa ketika kita memahami bahwa kita tidak memiliki kendali penuh atas semua aspek hidup kita, itu dapat membantu kita merelaksasi diri dan mengurangi kekhawatiran dan stres.
Selain itu, pasrah juga dapat membantu kita meredakan perasaan cemas dan mengatasi depresi. Dalam sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal SAGE Open, peserta yang belajar untuk menerima kenyataan dan pasrah ke dalam keadaan hidup mereka mengalami penurunan signifikan dalam perasaan cemas dan depresi.
Dalam Islam, pasrah juga diasosiasikan dengan kesabaran. Menurut Sheikh Abdur-Rahman ibn Nasir al-Sa’di, seorang ulama dan cendekiawan Islam, pasrah adalah tentang menerima keadaan dengan kesabaran dan menjaga ketenangan dalam menghadapi cobaan dan tantangan.
Dalam situasi sulit, mengambil tindakan yang diperlukan dan kemudian pasrah kepada kehendak Allah dapat membantu kita meredakan stres dan meredakan kekhawatiran. Ini juga dapat membantu kita merenung dan memperkuat iman kita, serta memperkuat hubungan kita dengan Allah.
Sumber referensi:
- Hamilton, D. R. (2018). The Little Book of Kindness. Gaia.
- Sheikh Abdur-Rahman ibn Nasir al-Sa’di. (2008). Tafsir Al-Sa’di: Juz Amma. Darussalam.
- Topçu, I., & Tuna, A. (2018). The effect of acceptance and commitment therapy on anxiety and depression levels in individuals experiencing disasters. SAGE Open, 8(1), 2158244018755732.
Baca juga:
- Menyentuh Lebih Dalam Pendistribusian Beras di Kp. Cigobang, Lebak, Banten
- Distribusi Beras di Kampung Cikeusal, Hunian Sementara Penyintas Bencana Longsor
- Merawat Jiwa: Mengembangkan Dimensi Spiritual dalam Hidup
- Sedekah Beras untuk Yatim dan Dhuafa Penyintas Bencana Longsor sejak 2020
- Pernikahan yang Berlandaskan Iman: Membangun Keluarga yang Berkah
Masya Allah pemaparan yg luar bisa ,kita sebagai makhluk Nya wajib berihktiar soal hasil nya apa pun yg terjadi bukan urusan kita .
Setuju sekali bahwa sebagai makhluk-Nya, kita wajib berikhtiar dan berusaha semaksimal mungkin. Namun, pada akhirnya, hasil dari usaha kita adalah urusan Allah SWT. Kita harus pasrah dengan hasil akhir dan tetap berusaha untuk memperbaiki diri dan memperbaiki keadaan di sekitar kita. Seperti yang tertulis dalam Surah Al-Baqarah ayat 216, “Mungkin kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan mungkin (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui”. Oleh karena itu, kita harus tetap bersyukur dan berusaha menerima segala hasil dengan ikhlas.